Kamis, 28 April 2011


KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
             DAERAH JAWA TENGAH








 


 




P E N G U M U M A N

 Nomor.   : Peng / 02 / IV / 2011



Tentang


PENERIMAAN SISWA SEKOLAH INSPEKTUR POLISI SUMBER SARJANA (SIPSS) TA. 2011

 



Berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor : ST/633/III/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Pemberitahuan jadwal dan persyaratan penerimaan Siswa Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS)  TA. 2011.


PERSYARATAN UMUM

a.          Warga Negara Indonesia;
b.          Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.          Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d.          Sehat jasmani dan rohani (surat keterangan Sehat dari institusi kesehatan);
e.          Tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan (Surat keterangan dari Polres/Ta/Tabes setempat);
f.           Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela;
g.          Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan  bersedia ditugaskan sesuai keahlian atau latar belakang program studinya.

3.     PERSYARATAN LAIN
a.          Pria dan Wanita belum pernah menjadi anggota Polri;
b.          Berijazah :
1).      S2 Profesi       :    Psikologi;
2).      S1 Profesi       :    Dokter umum;
3).      S1                 :    Teknik Kimia, Filsafat Kateketik, Sarjana Agama, Sastra Inggris, Administrasi Pendidikan dan Tekhnologi Pendidikan, Ilmu Komunikasi, Ekonomi Akuntansi, Ilmu Hukum dan Hubungan Internasional ;
   4)   D-IV . . . . .

4).      D-IV              :    Ahli Nautika TK III dan Ahli Teknika TK III, Wajib memiliki Ijazah Ahli Nautika TK III dan Ahli Teknika TK III yang dari Ditjen Hub laut  Dep hub RI.
c.          Calon SIPSS yang berasal dari PTN/PTS yang terakreditasi oleh BAN PT, dengan melampirkan tanda lulus/ijazah yang dilegalisir oleh Dekan PT tempat pendidikan peserta dengan nilai rata – rata IPK minimal :
1).     S2 Profesi        :    2,75 (dua koma tujuh lima);
2).     S1/S1 Profesi   :    2,75 (dua koma tujuh lima);
3).     D-IV               :    2,75 (dua koma tujuh lima).
4.     Persyaratan Umur, Tinggi dan Berat badan.
a          Umur pada saat pembukaan Pendidikan Pembentukan SIPSS TA. 2011 tanggal 20 Juni 2011 maksimal :
1).           S2 Profesi     :    30 (tiga puluh) tahun;
2).           S1 Profesi     :    29 (dua puluh sembilan) tahun;
3).           S1               :    26 (dua puluh enam) tahun;
4).           D-IV             :    25 (dua puluh lima) tahun.
b          Tinggi badan minimal:
1).           Pria              :    160 (Seratus enam puluh) cm.      
2).           Wanita         :    155 (Seratus lima puluh lima) cm.
c           Berat Badan Seimbang dengan Tinggi Badan Menurut ketentuan yang berlaku.
5.        Belum pernah menikah dan sanggup tidak menikah selama pendidikan Pembentukan SIPSS.
6.        Bersedia menjalani ikatan dinas pertama (IDP) selama 10 (sepuluh) tahun terhitung mulai saat diangkat menjadi Perwira Polri.
7.        Tidak terikat perjanjian ikatan dinas dengan instansi lain.
8.        Bagi yang sudah bekerja secara tetap sebagai pegawai/karyawan :
a          Mendapat Persetujuan/Rekomendasi dari Kepala Instansi/Satker yang bersangkutan.
b          Bersedia diberhentikan dari status pegawai bila diterima dan mengikuti Pendidikan pembentukan SIPSS.
9.        Mengikuti dan lulus pemeriksaan/pengujian dengan sistem Gugur sebagai berikut :
        Tingkat Panda :
a.         Pemeriksaan administrasi Awal;
b.        Pemeriksaan Kesehatan  Tahap I;
c.         Pemeriksaan Psikologi Tertulis;
d.   Pemeriksaan . . . . .

d.         Pemeriksaan Kesehatan Tahap II;
e.         Pemeriksaan Administrasi akhir.

       Tingkat Pusat :
a.     Pemeriksaan Administrasi;
b.     Pemeriksaan Kesehatan;
c.     Pemeriksaan Psikolgi Wawancara
d.     Uji Akademik meliputi :
1).      Tes Potensi Akademik;
2).      Undang – Undang Kepolisian.
e.      Uji Kompetensi, meliputi Uji Tertulis dan Wawancara;
f.      Pemeriksaan dan pengujian kemampuan jasmani;
g.      Pantukhir di TK. Pusat.

10.         Selama Pelaksanaan kegiatan Penerimaan SIPSS tidak dipungut biaya apapun, biaya seluruh pelaksanaan dibebankan kepada anggaran Polri TA. 2011.

11.         Adapun Mekanisme Setiap tahapan Pemeriksaan/ Ujian dilaksanakan sebagai berikut :
a.            Pendaftaran :
                                1)              Peserta melaksanakan Registrasi Online Via Website www.penerimaan.polri.go.id;
                                2)              Daftar ulang/verifikasi dilaksanakan oleh Panda/Polda Jateng, calon harus datang sendiri dengan membawa persyaratan pendaftaran :
(a).        Asli dan Copy KTP dan KK yang dilegalisir;
(b).       Asli dan Copy Akte Kelahiran/surat kenal lahir yang dilegalisir;
(c).        Asli dan Copy semua Ijazah yang dimiliki yang dilegalisir;
(d).        Copy sertifikat terakreditasi dari BAN PT yang dilegalisir;
(e).        Asli dan Copy SKCK yang dilegalisir;
(f).         Asli dan Copy Kesehatan dari Puskesmas setempat;
(g).        Asli Pas Foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 12 lembar;
(h).        Membawa Map Warna merah untuk Calon pria dan warna biru untuk Calon wanita.



12.  Pembukaan. . . . .
 
 


12.         Pembukaan pendaftaran (Verifikasi/Daftar ulang) dimulai tanggal 11 s/d 25 April 2011 bertempat di Polda Jateng Jalan Pahlawan No. 1 Semarang Pukul 08.00 s/d 14.00 Wib (Pada hari kerja).



Dikeluarkan di               :   Semarang
pada tanggal                :                       April    2011
Paraf :
1. Kasubbag Diapers  : …….
2. Kasubbag Renmin  :       …….

 
a.n. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH
KARO SDM




Drs. SUTOYO, M.Hum   
KOMBES POL NRP 60100826







Selasa, 22 Maret 2011

PENGELOLAAN, PENGEMBANGAN HARTA WAKAF, PEMBINAAN DAN PENGAWASANNYA

AHLI WARIS, BESARNYA PEMBAGIAN MASING-MASING DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS ATAS HARTA PENINGGALAN

KIMIA KEBAHAGIAAN IMAM AL-GHAZALI

STRUKTUR KEPRIBADIAN MANUSIA MENURUT SIGMUND FREUD DAN IMAM AL-GHAZALI (7)

STRUKTUR KEPRIBADIAN MANUSIA MENURUT SIGMUND FREUD DAN IMAM AL-GHAZALI (6)

STRUKTUR KEPRIBADIAN MANUSIA MENURUT SIGMUND FREUD DAN IMAM AL-GHAZALI (5)

STRUKTUR KEPRIBADIAN MANUSIA MENURUT SIGMUND FREUD DAN IMAM AL-GHAZALI (4)

STRUKTUR KEPRIBADIAN MENURUT SIGMUND FREUD DAN IMAM GHAZALI (3)

KEPRIBADIAN MANUSIA MENURUT FREUD DAN IMAM AL-GHAZALI (2)

Kamis, 17 Maret 2011

PIPIT 1

buat pipit

أَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ...
اَلْحَمْدُلِلهِ اَلَّذِي عَلَّمَ بِاْلقَلَمِ. عَلَّمَ اْلإِنْساَنَ ماَ لَمْ يَعْلَمْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الَّذِىْ فَضَّلَ بَنِىْ أَدَمَ بِالْعِلْمِ وَالْعَمَلِ عَلَى جَمِيْعِ الْعَالَمِ. وَاَشْهَد أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ. اَللّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَاَصْحاَبِهِ يَناَبِيْعِ الْعُلُوْمِ وَالْحِكَمِ.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ فَرَّضَهَا اللهُ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ ذَكَرٍ وَأُنْثَى لِيَكُوْنَ كُلُّ مِنْهُماَ فِى الْمُسْتَقْبَلِ عَلَى بَصِيْرَةٍ فِيْمَا أَمَرَاللهُ تَعاَلَى بِهِ وَنَهَى عَنْهُ وَأَنَّهُ أَسَاسُ الأَعْمَالِ وأَزْكَاهاَ. وَالْعِلْمُ أَجْمَلُ حِلْيَةٍ يَتَلَّى بِهَا الْعاَلِمُ وَهُوَ أَكْبَرُ مَعْنًى يَرْتَفِعُ بِهِ الْمُنْحِطُ فِى كُلِّ زَماَنٍ وَمَكاَنٍ كَقَوْلِهِ تَعاَلَى~: يَرْفَعِ اللهُ اللَّذِيْنَ أَمَنُوْا مِنْكُمْ وَاللَّذِينَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
عَنْ مُعَاذْ بِنْ جَبَلْ رَضِيَ اللُهُ عَنْهُ قَالَ ~: تَعَلَّمُوْا الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ حَسَنَةٌ وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ وَمُذَاكَرَتَهُ تَسْبِيْحٌ وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ وَبَذْلَهُ قُرْبَةٌ وَتَعْلِيْمَهُ لِمَنْ لاَيَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ.
أَيُهَا الْحَا ضِرُوْنَ فِي الْبُهْجَةِ وَالسُّرُوْرِ ...
وَيَجِبُ عَلَى الأبَاءِ تَرْبِيَةُ الأَبْنَاءِ وَالْبَنَاتِ وَإِدْخَالُهُم فِي الْمَدَارِسِ وَالْمَعَاهِدِ لِيَبْتَغُوْا تَرْبِيَةً نَافِعَةً لِلّدِيْنِ وَالدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ لِذَلِكَ قَالَ الَنَّبِيُّ ~: أَكْرِمُوْا أَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُواْ أَدَابَهُمْ :~
وَمِنَ الْخَطَايَا الْعَامَّةِ أَنَّ اْلأَبَاءَ يَجْتَهِدُوْنَ فِي جَمْعِ الْمَالِ وَيُهْمِلُوْنَ تَرْبِيَةَ أَوْلاَدِهِمْ فِي مَصَالِحِ الأَعْمَالِ حَتَّى صَارُوْا مِنَ الْجُهَالِ فَيَكُوْنَ أَوْزَارَ أَعْمَالِهِمْ عَلَيْهِمْ لِذَلِكَ قَالَ أَلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ~: نِعْمَ الْمَالُ ألصَّالِحُ لِلرَّجُلِ أَلصّاَلِحِ :~ يَعْنِى أَنَّ الْمَالَ تَصَرَّفَهُ صَاحِبُهُ لِزَادِ أَبْنَائِه كَانُوْا مُتَعَلِّمِيْنَ فِي الْمَدَارِسِ أَوِالْمَعَاهِدِ حَتَّى صَارُوا عَالِمِيْنَ وَصَالِحِيْنَ أَلّذِيْنَ يَدْعُوْانَ دَائِمًا أَبَائَهُمْ عِنْدَ حَيَاتِهِمْ وَمَمَاتِهِمْ.
فِيِ هَذِهِ الْمَجْلِسِ, تَأَذَنِيْ مُوَكِلُوْانَ أيْ ألتِلْامِذَاتُ (...). مُمْكِنْ أَنَا نَقُلُوْا, أَلتِلْمِذَاتُ ضَيْقُوْاْنَ الْكَثِثِيْرِ. وَإِنْ كَانَ بُغَاةَ الَسَاتِذَاْتِ وَا لاَأَدْرِىْ, فَكَانَ الُسَاتِذَاتُ صَبْرًا وَجِهَادَ الْقَلْبِيْ لِيَتَصَرَّفِ الْعِلْمِ عَلَيْنَا. نَحْنُ الْعَفْوًا كَرِيْمًا كَثِيْرًا.
تِتِمَةُ... نَحْنَ موَكّلُهُمْ (...) جَزَكُمُ اللهُ أَحْسَنَ الْجَزَاء, جَزَأً كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ...أَمِينْ.. أَمِينْ.. يَارَبَّ الْعَالَمِينَ.
أَلاَ لاَ تَنَالُ الْعِلْمَ إِلاَّ بِسِتَةٍ # سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ
ذُكاَءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍ وَبُلْغَةٍ # وَإِرْشَادِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ
لاَتَنْسَى: شُبّاَنُ الْيَوْمِ رِجَالُ الْغَدِّ. اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ
وَالسّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ...
Assalaamualaikum wr.wb. Hadirin yang berbahagia...
Mencari ilmu adalah salah satu kewajiban yang dibebankan bagi setiap orang baik laki-laki maupun perempuan agar suatu hari kelak mengerti kewajiban-kewajibannya. Oleh karena itu, mencari ilmu adalah kewajiban yang pertama kali dan pokok dasar dari semua perbuatan. Ilmu merupakan perhiasan terbaik yang dipakai manusia untuk mencapai derajat yang tertinggi sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 1:
Sahabat Nabi, Muadz bin Jabal berkata bahwa carilah ilmu karena mencari ilmu itu termasuk perbuatan baik dan perbuatan ibadah, mempelajari ilmu pahalanya seperti membaca tasbih, mendiskusikan masalah ilmu pahalanya seperti berjihad, mengajarkan ilmu kepada yang belum mengerti pahalanya sama seperti shadaqah.
Hadirin yang berbahagia...Seorang bapak wajib mendidik putra-putrinya dengan memasukkan mereka di bangku sekolah atau pondok pesantren agar mendapatkan pendidikan yang berguna bagi agama, dunia dan akhirat. Rasulullah Saw juga bersabda yang artinya muliakanlah putra-putri kalian dan didiklah akhlaknya.
Salah satu kesalahan terbesar yang paling umum (sering terjadi) adalah orang tua bersungguh-sungguh mencari dan mengumpulkan harta-benda/ kekayaan, sedangkan putra-putrinya tidak pernah diperhatikan masalah pendidikannya dengan memasukkan di bangku sekolah atau pondok pesantren yang menyebabkan putra-putrinya menjadi orang yang bodoh terbelakang. Dan ketika kedua orangtuanya meninggal dunia, warisannya diperebutkan diantara mereka (putra-putrinya) atau dipergunakan dalam hal kemaksiatan seperti berjudi, mabuk, berzina dan lain sebagainya. Sedangkan kedua orangtuanya di dalam kubur mendapatkan siksa saja. Hal ini sudah dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya yang artinya harta yang paling baik adalah harta milik orang shalih artinya harta dipergunakan untuk uang saku, untuk biaya belajar putra-putrinya di bangku sekolah atau pondok pesantren sampai putra-putrinya menjadi orang yang berilmu dan mampu mendoakan kedua orangtuanya.
Disini, perkenankan Saya untuk menyampaikan sepatah kata mewakili murid-murid (diisi nama MI/ MTs dsb...). Mungkin tidak berlebihan jika Saya katakan bahwa, “ Para Murid sudah banyak merepotkan para guru dan ustadz. Ketika kami bandel, ngeyel, dan tampak mengalami kesulitan belajar, maka beliau-beliau pun dengan sabar dan telaten berusaha tetap memberikan pemahaman kepada kami. Oleh karena itu, kami mohon maaf yang tiada terlupa dan terhingga.
Terakhir, kepada para guru dan ustadz, (diisi nama MI/ MTs dsb...) dari lubuk hati yang paling dalam, kami menghaturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya atas ketulusan dan keikhlasan para guru dalam mendidik, mengajar, dan mentransfer ilmu kepada kami. Semoga amal bakti para guru mendapatkan balasan kebaikan dari Allah Swt. Amin.
Iling-ilingo, siro ora bakal enthuk ilmu anging kanthi enem (6) perkoro kang bakal tak critakke kanthi perthelo: rupane (1) limpat/ cerdas; (2) lubo/motivatif; (3) sabar/ rajin; (4) sangu/ biaya; (5) piwulange guru/ belajar dengan para ahli; lan (6) sing suwe mangsane/ belajar seumur hidup. INGAT-INGAT: “remaja sekarang adalah calon pemuda masa depan”. Wassalaamualaikum wr.wb.

Minggu, 13 Maret 2011

CIVIL LAW DI INDONESIA (2)

CIVIL LAW DI INDONESIA (2)
Oleh: al-Faqir Billah M. Safii Gozali

A. Tradisi Hukum Sipil Dan Penjajahan Belanda di Indonesia

Sebagaimana catatan sejarah bahwa Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama tiga setengah abad, di saat itulah Belanda ke Indonesia dan turut mempengaruhi hukum yang ada di Indonesia. Tepatnya pada akhir abad ke-17 perusahan dagang Belanda VOC (Vereenigde Oost-Indissche Compagnie) sampai di Nusantara. Belanda pada saat itu tengah menentang tirani bangsa Spanyol yang kejam dan berusaha merebut kemerdekaan. Pada awalnya hanya provinsi bagian utara saja yang hanya mendapatkan kemerdekaan penuh, sementara bagian selatan masih berada di bawah kekuasaan Spanyol dan kemudian jatuh ke tangan Austria selama lebih dari seabad (sejak 1648, seluruh provinsi sudah tidak diperintah lagi oleh Spanyol). Selama perang Napoleon pada tahun 1795, Belanda serikat menjadi Republik Batavia, dan kemudian menjadi kerajaan di bawah kekuasaan saudara Napoleon, Luise napoleon. Setelah perdamaian Vienna pada 1815, Belanda bagian utara menjadi kerajaan di bawah kekuasaan Istana kuning, sementara Belanda bagian selatan memberontak pada 1839, dan kemudian menjadi kerajaan Belgia setelah bersatu dengan utara. Jadi cukup adil kiranya mengatakan bahwa ketika orang-orang Belanda memulai misi mereka di kepulaian Indonesia, situasi politik di negara mereka masih berada dalam keadaan berfluktuasi, dimana bentuk pemerintahan masih terombang-ambing antara bentuk republik dan kerajaan.
Tradisi hukum di Belanda, semenjak awal abad pertengahan, sangat dipengaruhi oleh tradisi hukum Jerman, di mana peran adat lokal masih memiliki posisi yang penting. Dalam perjalanan waktu, hubungan dekat dengan Prancis dan Jerman membukahkan pintu bagi Belanda untuk menerima hukum Romawi. Penerimaan ini pada dasarnya untuk merespons kebutuhan terhadap sistem hukum yang lebih umum dan lebih baik ketimbang oleh tradisi hukum setempat. Pengaruh hukum Romawi semakin kuat pada abad ke-15 terutama dengan didirikanya Universitas Louvain oleh Duke of Brabant tahun 1425. Karena itu, apa yang kemudian disebut dengan hukum Roma-Belanda pada dasarnya adalah hukum Romawi yang dikenal pada saat itu yaitu Corpus Juris Civilis sebagaimana yang diedit dan ditafsirkan oleh para komentator dan penerus mereka, dan digaungkan oleh para sarjana Prancis, Jerman, Italy, Spanyol dan belakangan oleh sarjana Belanda sendiri. Tradisi hukum inilah yang dibawa oleh Belanda ke kepulauan Indonesia, di mana mereka pertama kali datang sebagai “pedagang” dan kemudian menjadi “penguasa”.
Meski kedatangan Belanda sebagai pedagang yang sama dengan pedagang muslim sebelumnya, namun keduanya memiliki perbedaan, salah satu perbedaan invasi kedua pedagang adalah semangat mereka untuk menyebarkan gagasan hukum ke kalangan pribumi. Kalau pedagang muslim menyebarkan menyebarkan tradisi hukum Islam berjalan seiring dengan perjalan penyebaran agama mereka, maka Belanda di lain pihak, terutama pada fase awal penjajahanya, tampaknya tidak mengangggap penyebaran tradisi hukum sipil sebagai misi utama dalam kedatangan mereka ke nusantara. Pada awal kehadiran Belanda, kegiatan bisnis mereka didominasi oleh tugas untuk mengeksploitasi sebanyak dan secepat munkin daerah penghasil pertanian, sehingga pesoalan hukum masyarakat pribumi sama sekali tidak diacuhkan. Perusahan dagang Belanda kelihatanya enggan terlibat dalam menyelesaikan persoalan hukum yang dihadapi oleh masyarakat, terutama persoalan tersebut tidak berhubungan dengan bisnis mereka. Seperti dijelaskan oleh John Ball dengan gamblang, “Kebijakan pemerintah terutama didasarkan pada persoalan apakah masalah itu akan menguntungkan atau tidak menguntungkan VOC, dan apakah persoalan itu akan bisa mengakibatkan sedikit mungkin”.
Sikap semacam itu jelas sangat terlihat dalam cara Belanda menangani persoalan hukum masyarakat pribumi. Waktu dan energy VOC dihabiskan terutama untuk misi perdagangan. Jadi kecenderungan mereka hanya akan membuat undang-undang ketika undang-undang itu berhubungan dengan pertimbangan bisnis. Itu artinya VOC pada awalnya mengabaikan kepentingan membuat pemerintahan di Nusantara.
Kesadaran perlunya sistem hukum oleh Belanda baru disadari semenjak membangun landasan kekuasaanya pada seperempat pertama abad ke-17, pengalaman di Hindia Belanda menyadarkan mereka tentang perlunya sistem hukum yang lebih maju. demikian pada masa ini pengaruh tidak bisa menembus daerah-daerah terpencil sehingga mereka hanya berkonsentrasi di sekeliling wilayah pusat kekuasaan kolonial, Batavia.
Di balik kenyataan itu, tidak semua bagian Hindia-Belanda berada di bawah pengaruh hukum sipil. Pendirian pengadilan pusat serta institusi hukum di Batavia itu merepresentasikan prasasti dalam sejarah penggunaan logika hukum sipil di Nusantara. Semenjak priode awal ini VOC menerapkan hukum yang sebagian besar landasanya menggunakan dasar yang dipakai Belanda, baik isi maupun institusi hukum yang merupakan bagian penting hukum colonial menyerupai apa yang ada di Belanda. Hal itu sesuai dengan prinsip “kesesuaian” (concordancy) yang menetapkan bahwa hukum yang diterapkan di Hindia Belanda secara umum harus sesuai dengan hukum di Belanda. Memang, proses pengalihan hukum pada priode awal VOC belum berpengaruh pada orang pribumi, tapi logika administrasi hukum yang digunakan pada priode ini telah membukakan jalan bagi hubungan antara tradisi hukum sipil dan tradisi hukum pribumi di daerah tersebut.
Pada awalnya yang menjadi tugas utama Belanda adalah menerapkan hukum yang seragam dan konsisten. Mereka mengangggap penyeragaman hukum ini sebagai salah satu kebijakan paling penting yang harus diterapkan. Karena itu, melalui logika hukum sipil yang mereka bawa dari negeri mereka, VOC pada awal 1632 berusaha membuat undang-undang dari komplikasi berbagai dekrit dan ketetapan yang telah diundang-undangkan oleh gubernur Jendral beserta dewan. Usaha ini kemudian berwujud “undang-undang Batavia” dan kemudian berubah menjadi “undang-undang Batavia baru” hasil revisi undang-undang yang lama.
Sikap Belanda berubah manakala kendali atas Nusantara berpindah dari tangan VOC ke tangan pemerintahan Belanda. Ini adalah fas kedua dalam penjajahan, fase yang lebih serius seiring perubahan pendekatan Belanda terhadap nusantara dari sekedar penundukan ekonomi menjadi sepenuhnya penjajahan. Jadi bisa dibilang kemunculan pertama tradisi hukum sipil di Nusantara pada dasarnya melekat pada praktik penjajahan, dimana ideologi sentralisme hukum langsung mengukuhkan keberadaanya dalam kehidupan masyarakat sipil. Melalui penjajahan inilah Belanda menegakan tradisi hukum sipil yang mereka bawah dari negeri asalnya untuk membangun ideology hukum negara di tengah-tengah berbagai nilai hukum yang sebelumnya sudah berkembang dalam kehidupan masyarakat. Tentu ideology ini menjadi perhatian Belanda, karena sesuai dengan kebutuhan kolonial untuk mengendalikan seluruh aspek kehidupan masyarakat yang dijajah.

CIVIL LAW DI INDONESIA (1)

CIVIL LAW DI INDONESIA (1)
Oleh: al-Faqir Billah M. Safii Gozali

A. Pengertian dan Ide Revolusioner Hukum Sipil
Istilah hukum sipil (civil law) biasanya dipakai secara umum untuk merujuk kepada sitem hukum Eropa yang berasal dari hukum romawi dan berbeda dengan sitem hukum cammon law. Istilah civil law berasal dari bahasa latin jus civile, yang berarti hukum yang hanya bisa diterapkan pada rakyat Romawi. Pada kerajaan Romawi istilah itu dibedakan dari istilah jus gentium atau hukum yang diterapkan dalam kasus yang melibatkan orang-orang Romawi dari berbagai Provinsi yang berbeda atau antara penduduk Romawi dengan penduduk asing. Meski hukum Ramawi inilah yang menjadi basis hukum sipil di bernagai negara modern saat ini, namun tidaklah tepat mengatakan bahwa seluruh aspek hukum sipil berasal dari atau dipengaruhi oleh hukum Romawi, karena banyak aturan hukum-hukum subtantif Romawi itu ditolak dalam hukum sipil modern saat ini. Dengan kata lain, tradisi hukum sipil memang banyak berhutang pada logika hukum Romawi, namun perbedaan kondisi hukum masyarakat, politik dan ekonomi telah membelokkan hukum sipil dari asalnya.
Sebelum mengelaborasi hukum sipil lebih jauh, perlu kiranya diungkapkan pengertian hukum sipil lebih menyeluruh. Sebagaimana yang dibahas dalam buku “Pengantar Perbandingan Sistem Hukum” istilah hukum sipil yang merupakan terjemahan dari civil law merupakan istilah yang diambil dari sumber-sumber hukum sipil itu sendiri pada zaman Kaisar Justinianus yang bernama corpus juris civilis.
Hukum sipil dapat didefinisikan sebagai tradisi suatu hukum yang berasal dari hukum Roma yang terkodifikasi dalam corpus juris civilis Justinian dan tersebar ke seluruh benua Eropa dan seluruh dunia. Kode sipil terbagi dalam dua cabang, yaitu;
1. Hukum Romawi yang terkodifikasi (Kode sipil Prancis 1804) dan daerah lainya di benua Eropa yang mengadopsinya.
2. Hukum Romawi yang tidak terkodifikasi (Skotlandia dan Afrika Selatan). Hukum sipil sangat sistematis, terstruktur yang berdasarkan deklarasi para dewan, prinsip-prinsip umum dan sering menghindari hala-hal yang detail.
Kendati hukum sipil didefinisikan demikian seperti di atas, tidak berarti tradisi hukum sipil seluruhnya bersumber pada hukum Romawi. Sejauh menyangkut asal usul tradisi hukum sipil, Alan Watson yang dikutip dalam buku “Tradisi Hukum Indonesia” lebih cenderung memandangnya sebagai sistem hukum yang berasal dari kode Justinian, corpus Juris Civilis. Dalam pandanganya, bahan mentah tradisi hukum sipil adalah kodifikasi hukum Romawi yang telah diperbaharui dan dikodifikasi pada raja Byzantium Justian I, diterbitkan antara tahun 529 M dan 565 M, dan bukan hukum romawi yang sebelumnya.
Terbentuknya hukum sipil hingga dalam bentuknya yang modern sekarang ini sesungguhnya bukanlah suatu proses yang langsung dan sederhana. Perkembanganya melibankan revolusi intelektual yang komplek, sehingga memunculkan cara berfikir baru mengenai hukum yang kemudian memiliki konsekuensi massal organisasi dan administrasi hukum, aturan-aturan serta prosedur-prosedur subtantif hukum yang baru. Jika dilihat terutama dari sudut pandang hukum public, munculnya tradisi hukum sipil adalah hasil dari revolusi pemikiran terus menerus yang dimulai di Eropa pada masa peralihan abad ke-11, saat hukum Romawi direvitalisasi di Benua ini. Revolusi tersebut terjadi sebab adanya sejumlah kekuatan intelektual yang berdampingan dengan datangnya berbagai tradisi intelektual dari berbagai penjuru dunia. Karena itu, lahirnya tradisi hukum sipil modern tidak bisa dipisahkan dari sejumlah kekuatan intelektual yang mendorong munculnya pemikiran hukum baru di tengah proses reformasi berbagai nilai.
Disamping kekuatan tersebut, ada dorongan kekuatan lainya dibalik muculnya tradisi hukum sipil. Dorongan tersebut adalah upaya mensekulerkan hukum, gagasan dasarnya adalah memisahkan antara hukum dan agama yang didasarkan pada prinsip-prinsip rasional, semuanya terpisah dari wilayah agama. Karakter pemikiranya adalah sederhana dan revolusioner pada konteks era saat itu, yaitu seluruh manusia tercipta setara. Manusia memiliki hak alami tertentu terhadap properti dan kebebasan, termasuk hidup itu sendiri. Ini adalah madzab intelektual yang saat itu dikenal mendukung hukum alam sekuler. Anggota madzab ini percaya pada sistem hukum universal yang tidak berubah-ubah, valid untuk setiap masa dan negara. Melalui penghargaan kepada akal manusia, madzab ini juga berpandangan bahwa masyarakat bisa berubah memalaui institusi hukum. Gerakan ini dapat dilihat sebagai hasil dari munculnya gelombang rasionalisme yang mengakar di Eropa pada abad ke 11 dan 12. Kepercayaan terhadap kesetaraan umat manusia dipadukan dengan asumsi baru bahwa manusia memiliki kekuatan akal, dan dengan akal manusia mampu mengontrol berbagai aktifitas dan mengatasi berbagai tantangan hidup. Penggunaan akal secara tepat diyakini bisa menyelesaikan persoalan persoalan yang dihadapi manusia, jadi institusi hukum dilihat sebagai hasil ciptaan kecerdasan manusia. Ideologi dasar yang dikembangkan oleh gerakan ini ialah hukum merupakan produk akal, bukan produk agen sakral.
Gerakan revolusi intelektual yang dikembangkan di Eropa mau tidak mau mempunyai konsekuensi terhadap karakteristik dan praktek tradisi hukum sipil. Lebih-lebih ditunjang situasi berakhirnya dominasi gereja di Eropa, peristiwa inilah yang kemudian mendorong manusia terpisah dari agama. Revolusi intelektual ini memberi tradisi hukum sipil dasar epistemologi yang sangat berbeda dari konsep hukum sebagai ekspresi nilai-nilai ketuhanan yang sebelumnya lazim dianut di eropa. Gerakan menuju sekularisasi di Eropa menjadi latar belakang lahirnya tradisi hukum. Sumber-sumber hukum sakral pun harus diganti dengan sumber-sumber baru untuk mendukung keyakinan terhadap hukum sipil profane yang baru, yang telah menjadi anutan ideologi banyak orang. Oleh karenanya, ada kecenderungan baru mempercayakan kepada negara sebagai satu-satunya agen yang berhak membuat hukum. Dengan demikian fenomena munculnya tradisi hukum sipil ini tidak lain adalah tantangan langsung terhadap pendekatan feodal dan monarkhis dalam menjalankan negara yang telah mendominasi Eropa pada saat itu. Negara-bangsa modern muncul dan institusi hukum sipil menjadi bagian utama dan sepenuhnya dari otoritas negara.
Dengan kemunculan negara-bangsa modern, kekuasaan pun sepenuhnya terletak di tangan negara. Ideology sentralisme negara pun tidak bisa dihindari, di mana justifikasi bagi kemandirian hukum hanya diberikan kepada negara demi ideology sistem hukum nasional. Dampaknya, hukum kanonik Rumawi yang sejak lama dianggap sebagai sumber hukum utama di Eropa era feodal disingkirkan dan diganti dengan hukum nasional yang sesuai dengan logika pembentukan positivisme hukum. Dengan adanya perkembangan seperti ini, kekuasaan untuk membuat hukum sepenuhnya dimiliki oleh negara, sehingga tidak ada individu atau kelompok di dalam negara yang dapat menciptakan hukum. Konsep revolusioner di balik prinsip positivism legislatif ini adalah bahwa hanya ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga legislatiflah yang disebut hukum. Pada level praktis, berarti pembuatan undang-undang harus didelegasikan organ husus negara yang berhak membuat hukum, maka secara teori ketentuan yang memiliki kekuatan hukum di negara hanyalah yang ditetapkan oleh lembaga legislatif formal, atau aturan-aturan dari lembaga administratif negara lainya yang diberi kekuasaan oleh lembaga legislatif. Itulah sebabnya mengapa tradisi hukum sipil hanya mengakui undang-undang dan peraturan negara lainya sebagai sumber hukum.
Dampak dari sentralisme hukum negara dan pemisahan kekuasaan pemerintahan ini mengakibatkan tradisi hukum sipil lebih menfokuskan diri pada gagasan untuk menuangkan setiap hukum kedalam buku yang ditulis secara detail. Usaha ini sebagian didukung oleh keinginan tradisi hukum sipil untuk menempatkan sistem hukum yang sederhana dan gamblang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintahan baru. Cara paling efektif melakukan tugas ini adalah dengan merumuskan hukum sesederhana mungkin sehingga orang awam mampu memahaminya dengan jelas apa yang menjadi hak dan kewajibanya tanpa bantuan pengacara. Ini juga berlaku bagi prinsip pemisahan legislative dan yudikatif, dalam arti kekuasaan pembuat hukum yang terletak pada badan legislative tidak bisa diintervensi oleh lembaga yudisial, karena kejelasan hukum sangat dibutuhkan. Kalau demikian, hukum yang dibuat badan legislative harus lengkap, menyeluruh dan jelas agar bisa menjamin dua aktifitas membuat dan menerapkan hukum tetap terpisah. Pada giliranya pemisahan ini melahirkan ideology kodifikasi dalam tradisi hukum sipil. Perhatian yang besar untuk menuangkan hukum ke atas kertas sebelum kasus serupa terjadi menjadikan aktifitas mengkodifikasikan hukum merupakan salah satu karakteristik paling penting dari tradisi hukum sipil.
Tersebarnya ideologi kodifikasi di Eropa selama decade awal abad ke-17 betul-betul merupakan titik kulminasi revolusi intelektual tersebut yang meliputi benua itu sebelum munculnya negara-negara versi barat. Di sini, kodifikasi sistematis hukum sipil Prancis yang disusun oleh sebuah komisi yang dibentuk oleh Napoleon I, merupakan sebuah model bagi kitab undang-undang sipil di berbagai tempat di Eropa dan Amerika latin selama paro pertama abad ke-19. Undang-undang sipil Napoleon sendiri yang diberlakukan pada awal 1804 berhasil merepresentasikan pemikiran hukum progresif pada saat itu. Dalam hal ini, kodifikasi hukum Napoleon yang diundangkan pada saat yang sama mebatalkan seluruh hukum Romawi yang ada sebelumnya.

FIQH & ENZIM MENINGITIS

FIQH & ENZIM MENINGITIS
Oleh: al-Faqir Billah M. Safii Gozali


Pada dasarnya hukum dari segala sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil yang menjelaskan keharamannya. Ini adalah qoidah fiqih yang dipakai oleh para ulama’ khususnya yang bermadzhab Syafi’iyyah

الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل دليل على التحريم
Walaupun sebagian kalangan ulama’ yang bermadzhab Hanafiyyah menyatakan sebaliknya, yaitu:

الأصل في الأشياء التحريم حتى يدل دليل على الإباحة

Dalam masalah babi yang menjadi bahan pokok pembuatan enzim meningitis telah terdapat nash baik al-Qur’an maupun Hadist yang menyatakan keharamannya, yaitu:
       •   
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لَا هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ

Dari Jabir bin Abdullah beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada tahun penaklukan Mekkah dan beliau waktu itu berada di Mekkah: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan patung-patung.” Lalu ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah Apakah boleh (menjual) lemak bangkai, karena ia dapat digunakan untuk mengecat perahu dan meminyaki kulit serta dipakai orang untuk bahan bakar lampu?” Maka beliau menjawab: “Tidak boleh, ia tetap haram.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi ketika itu: “Semoga Allah memusnahkan orang Yahudi, sungguh Allah telah mengharamkan lemaknya lalu mereka rubah bentuknya menjadi minyak kemudian menjualnya dan memakan hasil penjualannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

PENDAPAT ULAMA TERHADAP PENGGUNAAN ENZIM MENINGITIS
Imam Syarof al-Din al-Nawawi dalam kitabnya menyatakan kebolehan berobat dengan bahan-bahan najis kecuali khamr, hal ini berlaku pada semua jenis najis (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab IX, hlm. 50-51).
Adapun Hadist nabi yang menyatakan;
لم يجعل الله شفاء أمتي فيما حرم عليها
Menurut imam al-Nawawi yang dimaksudkan Hadist di atas adalah pengobatan dengan khamr saja. Adapun pengobatan dengan barang najis diperbolehkan ketika barang yang suci yang dapat menyamai fungsinya tidak ada lagi. Menurut Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin Majelis Ulama Indonesia (MUI),
1. Vaksin meningitis menjadi syarat wajib bagi jamaah haji Indonesia,
2. Vaksin yang digunakan mengandung enzim babi dan dunia medis belum menemukan vaksin yang serupa bebas dari enzim babi.
Kemudian menurut MUI lagi Hanya menghalalkan penggunaan vaksin meningitis berenzim babi bagi jemaah haji Indonesia yang pertama kali naik haji. Hukum kedaruratan vaksin Meningitis, menurut MUI, selaras dengan hukum naik haji hanya wajib satu kali. Bagi jamaah haji yang kedua kali, tidak ada lagi kedaruratan karena tidak wajib. Karena itu, (mereka) kalau pakai vaksin ini, hukumnya haram dan berdosa, pada Republika, Ahad(2/5). Sikap MUI yang mengharamkan vaksin Meningitis berlawanan dengan mufti arab saudi dan malaysia, alasan kedua pemerintah itu terletak pada hasil akhir vaksin. Bila hasil akhir vaksin tidak mengandung zat haram dan najis maka hukumnya halal, sedangkan MUI berpendapat kalau pada awalnya sudah bercampur haram dan najis meski pada akhirnya bersih maka hukumnya tetap haram.
Tinjauan Hukum Syar’i Terhadap Vaksin Menengitis Pada kenyataannya terkait dengan pembahasan tentang vaksinasi meningitis yang sekarang sedang terjadi, yang terkandung beberapa kondisi, yaitu:
1) Membuat sesuatu yang halal (vaksin meningitis) menggunakan alat (unsur) yang haram (enzim babi).
2) Alat itu tidak terbawa dengan kata lain telah dibersihkan dari vaksin meningitis.
3) Menjadikan vaksin meningitis sebagai komoditi (barang yang diperjual belikan).
4) Jamaah calon haji atau Umrah tidak akan dapat masuk ke Saudi Arabia jika tidak divaksinasi dengan vaksin meningitis yang ada sekarang.
5) Jamaah Haji yang tidak divaksinasi meningitis dapat tertular penyakit yang membahayakan dirinya bahkan sampai mengancam nyawanya.
Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan hukum darurat yang memperbolehkan penggunaan vaksin meningitis berenzim babi tidak berlaku bagi calon jamaah haji berangkat untuk kedua kali karena kewajiban haji bagi Calhaj telah dilaksanakan saat menunaikan ibadah tersebut pertama kali. ‘’Untuk jamaah haji yang mengulang (kedua kali), hukumnya haram karena alasan daruratnya tidak terpenuhi,’’ kata Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas kepada Republika, Ahad, (2/5). Menurut Yunahar Ilyas, penggunaan vaksin meningitis sebetulnya haram karena mengandung enzim babi. Namun, vaksin itu lalu diperbolehkan dengan alasan darurat karena belum ada pengembangan obat tanpa mengandung zat diharamkan. ‘’Jadi, sebelum ada (vaksin) meningitis yang bebas dari enzim babi, maka diperbolehkan untuk keperluan haji pertama,’’ katanya. Meski demikian, Muhammadiyah saat ini masih menunggu dan ikut putusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vaksin meningitis. Pasalnya, MUI memiliki prinsip serupa Ormas Islam itu dalam menghukum kehalalan dan keharaman suatu benda. Prinsip itu berbeda dari ulama Arab Saudi dan Malaysia (Republika online, Ahad 02/05/20010).
Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) kembali mendesak pemerintah segera mengganti vaksin Meningitis yang mengandung babi.
“Dari dulu vaksin haram terbuat dari babi sudah ada, termasuk juga cangkang kapsul,” ujar Dr. Muhammad Nadratuzzaman Hosen, Direktur LPPOM MUI, kepada www.hidayatullah.com.
Ribut masalah vaksin asal babi ini kemarin telah disampaikan Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni yang mendesak Menteri Kesehatan Siti Fadilllah Supari mengambil langkah-langkah. Pernyataan Menag ini disampaikan di berbagai media massa, sehubungan dengan temuan LPPOM-MUI Sumatera Selatan (Sumsel) bahwa ada vaksin Meningitis mengandung babi.
“Namun yang menjadi masalah adalah hukum vaksin menggunakan enzim babi masih kontroversi di kalangan para ulama, terutama di Arab Saudi dan ulama yang tergabung dalam badan kesehatan WHO,” imbuhnya. Mayoritas ulama tersebut beranggapan bahwa penggunaan vaksin berenzim babi masih dalam kategori mudharot (boleh) sebab belum ada alternatif lainnya. Menurut Nadratuzzaman, pemakaian vaksin Meningitis sebenarnya peraturan dari Arab Saudi bagi jamaah yang hendak berhaji agar tidak terkena penyakit. Tidak hanya itu, pihak Arab Saudi juga mewajibkan jamaah haji membawa bukti bahwa telah melakukan vaksin Meningitis. Jika tidak, maka tidak diperbolehkan masuk.
Jadi, para calon haji Indonesia harus melakukan vaksinasi Menginitis. Padahal, menurut Nadratuzzaman, sebenarnya vaksin tersebut lebih tepat jika diberlakukan untuk calhaj asal Afrika saja. Sebab, penyakit Meningitis otak lebih banyak menimpa calhaj asal Negara tersebut. Apalagi, efektifitas vaksin meningitis belum tentu sangat signifikan untuk imunitas otak. “Perlu diadakan riset untuk membuktikan hal itu,” katanya.
Malah, akibat vaksin Meningitis bisa menstimulasi datangnya penyakit baru karena kerja vaksin adalah memasukkan virus untuk melemahkan penyakit. Namun yang menjadi kendala umat Islam, terutama di negara-negara Islam di Asean, adalah tidak mau mencari vaksin alternatif yang halal. Padahal, jika mau sapi pun bisa dijadikan vaksin. Namun karena umat Islam malas, maka vaksin buatan Amerika yang kecenderungannya pada yang haram kemudian digunakan.
“Vaksin itu kan buatan Amerika, dan Amerika lebih suka dengan yang haram seperti babi,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihak LPPOM MUI akan mengusulkan agar penggunaan vaksin babi diganti dengan sapi. Dan menurutnya, pihak MUI sendiri mengharamkan penggunaan vaksin dengan enzim babi, meski pendapat sebagian ulama di Timur Tengah ada yang membolehkannya. Rencananya, LPPOM MUI akan mengadakan rapat membahas vaksin haram. Namun, ketika ditanya perihal kontrak MUI selama lima tahun terkait penggunaan vaksin babi kepada jamaah haji, Nadratuzzaman mengaku tidak tahu menahu.
“Saya tidak tahu menahu soal itu, saya hanya orang kecil di MUI,” tuturnya.
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PB NU) mendesak pemerintah dan sejumlah lembaga terkait untuk menyatukan pendapat tentang status vaksin meningitis (radang selaput otak) yang hingga kini belum ada keputusannya. "Masalah vaksin itu harus diperjelas. Apakah benar-benar haram atau tidak. Selama ini kan masih silang pendapat," jelas Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PB NU Cholil Nafis kepada Republika, Jumat (12/6).
Pada pemberitaan Republika sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pihaknya sepakat memutuskan bahwa vaksin meningitis ini tidak halal. "Tapi bagi saya dari informasi yang saya ketahui, vaksin ini tidak terkontaminasi enzim dari babi, karena babi hanya merupakan katalisator saja dan sudah dinetralisir. Jadi, tidak masalah. Untuk itu sangat dibutuhkan kesatuan pendapat mengenai vaksin ini." Selain itu, lanjut Cholil, juga diperlukan keterangan jelas dari pemerintah Arab Saudi mengenai sejauhmana bahaya penyakit radang selaput otak ini. Mengapa sampai mengharuskan jamaah haji menggunakan vaksin ini. "Harus ada kejelasan latar belakang vaksin meningitis. Dan harus ada bukti yang ilmiah berapa banyak orang yang kena dan apa dampaknya," tegasnya.
Selama ini, Cholil Nafis mengaku belum tahu pasti keterangan dari dokter maupun ahli mengenai vaksin ini. Seberapa jauh bahayanya. "Selama ini kan hanya tindakan preventif saja menggunakan vaksin ini," katanya. Namun, kata Cholil, sebelum MUI menanyakan ke pemerintah Arab Saudi, selesaikan dulu masalah internal di negara Indonesia ini. Pihak pemerintah dan MUI harus menjelaskan apakah vaksin ini halal atau haram. "Sah-sah saja bertanya ke Arab Saudi tapi harus jelas dulu status vaksin ini. Jika sudah bulat bahwa vaksin ini haram, fatwakan saja, kenapa tunggu pemerintah Arab Saudi. Jika sudah yakin tidak perlu tanya, namun fatwa tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan," katanya.Supaya keluar dari perdebatan itu, Cholil Nafis memberikan solusi. Ia menyarankan agar pemerintah mencari vaksin lain yang katalisatornya bukan dari babi. "Supaya keluar dari perdebatan dianjurkan lebih baik cari vaksin yang katalisatornya bukan dari babi seperti vaksin yang katalisatornya sapi seperti yang digunakan di Malaysia," katanya. Lagi pula, kata Cholil, kalau memang sudah terkontaminasi babi, sudah pasti haram, dan tidak perlu difatwakan orang juga sudah mengetahuinya. "Kalau sudah kodli (pasti dalam Al-Quran), tidak perlu difatwakan. Babi itu sudah jelas haram," tegasnya.
Jika belum ada kejelasan tentang vaksin ini, Cholil menghimbau kepada masyarakat, agar menghindari hal yang meragukan seperti vaksin meningitis ini. "Hindari hal yang meragukan ke hal yang tidak meragukan," tandasnya Hampir semua ulama’ yang memperbolehkan penggunaan barang najis dalam rangka pengobatan mendasarkannya dengan alasan Dlorurot (darurat), begitu juga dalam penggunaan enzim meningitis, para ulama’ juga mendasarkan pendapatnya tersebut dengan alasan Dlorurot (darurat). menurut al-Ustadz Abd al-Aziz ‘Azm guru besar al-Azhar, darurat adalah:

الضرورات في اللغة مأخوذة من الإضرار , وهو الحاجة الشديدة
Qaedah fiqh menyatakan tentang darurat, yaitu:

الضَّرُورَةُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ
Darurat itu membolehkan hal-hal terlarang.

مَا أُبِيحَ لِلضَّرُورَةِ تُقَدَّرُ بِقَدَرِ تَعَذًُّرِهَا

Apa yang dibolehkan untuk kemadaratan diukur dengan ukuran uzurnya

الضرر يزال
Darurat harus dihilangkan
Imam Suyuti memberikan batasan penggunaan yang pada awalnya dilarang dengan alasan darurat adalah apabila jika tidak menggunakan sesuatu yang dilarang tersebut akan menyebabkan kerusakan (mati). Para ulama’ klasik memberikan pengertian tentang darurat yaitu ancaman gangguan kesehatan yang dapat membahayakan keselamatan jiwa atau lainnya sehingga dapat memperbolehkan bertayammum (mubih al-tayammum). Kebolehan menggunakan sesuatu yang dilarang dengan alasan darurat, ulama’ juga memberikan batasan selama belum ada (ditemukan) penggantinya dari sesuatu yang halal, serta penggunaannya merupakan sebuah alternatif terakhir. Sedangkan masalah penggunaan enzim untuk jamaah haji, menurut berbagai sumber kurang memenuhi syarat apabila didasarkan dengan alasan darurat. Karena kabarnya enzim meningitis sudah bisa dibuat dengan bahan sapi, serta Malaysia menggunakan bahan alami sebagai ganti untuk enzim meningitis, yaitu:

والله اعلم باالصواب
مع النجاح

NIKAH VIA VIDEO TELECONFERENCE

NIKAH VIA VIDEO TELECONFERENCE
Oleh: al-Faqir Billah M. Safii Gozali


I. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi dari hari kehari semakin pesat dan memasyarakat. Selain penemuan-penemuan (Discovery) dibidang kedokteran, kimia dan fisika, telah banyak pula ditemukan teknologi-teknologi baru dibidang konstruksi, transportasi dan yang tak kalah penting penemuan dibidang komunikasi; sebagai contohnya adalah Internet, telepon, teleconference, handphone/hp, telegram, telegrap, Pager, HT (Handy Talky), Faximile dan lain sebagainya. Wartel (warung telephone), warnet (warung internet) dan teleconference tumbuh berkembang bagaikan jamur dimusim semi. Sehingga tidak heran jika media komunikasi semacam ini kini mulai sangat akrab dan kental dengan aktivitas kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Mulai dari aktivitas pergaulan (persahabatan), pemberitaan, jual beli, lelang, perjanjian, hiburan, dan bisnis. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menggunakan untuk melakukan akad pernikahan jarak jauh.
Dilihat dari sisi kepraktisan, pernikahan via media komunikasi memang dipandang lebih efektif dan efisien bagi calon pengantin yang berjauhan. Selain dapat menghemat waktu, karena salah satu calon mempelai berada di luar negeri, tentunya juga dapat menghemat biaya transportasi. Disela-sela perkembangan internet dan telepon, lahirlah penemuan baru yang menggabungan antara televisi dan telepon yang disebut Teleconference. Dengan media ini komunikan (orang yang berbicara) dapat menyampaikan pesannya kepada recipient (lawan bicara) tanpa hanya mendengarkan suara (audio) tapi juga bisa melihat fisiknya (visual). Dengan segala bentuk kecanggihan dan fasilitas dari teknologi ini, customer (konsumen) dapat berkomunikasi dengan model apapun yang diinginkan seperti berhadapan langsung, sekaligus menyimpan data-data yang dianggap penting.
Namun dalam sisi lain, internet dan telepon di Indonesia masih mengalami perdebatan terkait penggunaanya dalam penyelenggaraan transaski perjanjian, baik yang berupa perdagangan maupun proses pernikahan . Selain itu alat komunikasi seperti telepon dan lainnya masih belum cukup kuat untuk dijadikan sebagai alat bukti telah terjadi perbuatan hukum. Sedangkan dari segi hukum Islam juga terjadi perbedaan hukum tentang transaksi yang dilakukan melalui sepucuk surat tanpa kehadiran kedua belah pihak. Dalam madzhab Syafi'iyyah sendiri terjadi perbedaan antara Imam Syafi'i dan para pengikutnya. Menurut pendapat yang shahih transaksi melalui sepucuk surat tanpa kehadiran kedua belah pihak tidak sah, karena surat saja tidak cukup kuat sebagai alat bukti telah dilakukannya perbuatan hukum. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah mengatakan bahwa akad nikah itu sah dilakukan dengan surat karena surat adalah Khithab (al-khitab min al-ghaib bi manzilah al-khitab min al-hadhir) dengan syarat dihadiri dua orang saksi, dan pendapat ini juga didukung sebagaian ulama Syafi'iyyah. Sementara pendapat Jumhur Ulama’ bahwa nikah adalah sebuah mitsaq ghalizh (tali perjanjian yang kukuh dan kuat) bertujuan menciptakan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Oleh karena itu pernikahan harus dihadiri secara langsung oleh kedua belah pihak mempelai, wali nikah dan dua orang saksi, sehingga tidak dikhawatirkan kedua mempelai akan mengingkari pelaksanaan pernikahan tersebut.

II. RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN
Membahas tentang hukum pernikahan via telekomference tidak bisa lepas dari pembahasan rukun dan syarat pernikahan. Meskipun para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang rukun-rukun dan syarat-syarat pernikahan, namun pada dasarnya mereka sepakat bahwa shighat ijab qabul adalah salah satu dari rukun yang harus dilaksanakan. Selain itu, Hanafiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabillah sepakat bahwa pernikahan harus dihadiri oleh dua orang saksi, kecuali Malikiyyah yang tidak mensyaratkan adanya saksi dalam akad perkawinan. Namun sebaliknya, beliau mensyaratkan adanya i'lan (pemberitahuan) pernikahan kepada halayak umum. Meskipun selain ijab qabul dan saksi masih ada rukun-rukun pernikahan yang lain, namun dua rukun tersebut sangat perlu adanya pembahasan secara mendetail dan mendasar untuk dapat menjawab dan menghukumi pernikahan via telekomference. Sebab pernikahan via telekomference erat sekali hubungannya dengan masalah shighat dan saksi.


A. SYARAT-SYARAT SHIGHAT (IJAB QABUL)
Dalam pembahasan masalah ijab qabul, para ulama mensyaratkan terhadap ijab qabul dengan beberapa syarat, yaitu;
1. Diucapkan dengan kata-kata tazwij dan inkah, kecuali dari kecuali dari Malikiyyah yang memperbolehkan ijab qabul dengan memakai kata-kata hibbah (pemberian).
2. Ijab Qabul harus dilaksanakan dalam satu majlis (satu tempat).
Pengertian satu majlis oleh jumhur ulama (mayoritas) difahamkan dengan kehadiran mereka dalam satu tempat secara fisik. Pendapat ini dikeluarkan oleh ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, dan mereka juga pendapat bahwa surat adalah kinayah. Hal ini beda dengan Hanafiyyah, beliau memahami satu majlis bukan dari segi fisik para pihak, namun hanya ijab dan qabul para pihak harus dikatakan di satu tempat dan secara berkontiu. Dari pendapat ini, Hanafiyyah memperbolehkan akad nikah melalui surat, asalkan surat tersebut dibacakan didepan saksi dan pernyataan dalam surat segera dijawab oleh pihak-pihak. Menurut Hanafi, surat yang dibacakan di depan saksi dapat dikatakan sebagai ijab dan atau qabul dan harus segera dijawab. Dari pendapat Hanafiyyah tersebut, menurut KH. Sahal Mahfudz dapat dianalogkan bahwa pernikahan dianggap sah hukumnya dilakukan lewat media komunikasi seperti internet, teleconference dan faximile. Sedangkan menurut pendapat yang shahih (ada yang mengatakan al-Madzhab) dari Ulama syafi'iyyah, ijab qabul tidak boleh dilakukan melalui surat-menyurat. Baik ijab kabul dalam transaksi muammalat lebih-lebih dalam pernikahan. Mereka beralasan bahwa ijab kabul adalah suatu sarana untuk menjukkan kedua belah pihak saling ridla akan adanya transaksi, dan ridla tidak bisa diyakinkan hanya melalui sepucuk surat. Selain itu, surat tidak cukup kuat dijadikan alat bukti oleh saksi apa bila telah terjadi persengketaan tentang akad tersebut. Solusi yang ditawaran oleh Syafi'iyyah adalah dengan mewakilkan akad pernikahan kepada seseorang, kemudian wakil tersebut hadir dalam majlis akad pernikahan. Jika demikian (mewakilkan akad), maka para ulama sepakat bahwa transaksi yang diwakilkan hukumnya sah. Rasulullah SAW sendiri pernah mewakilkan pernikahannya kepada Amr bin Umiyyah dan Abu Rafi'.

B. SYARAT-SYARAT SAKSI PERNIKAHAN
Seperti yang telah kami sampaikan di atas, bahwa Jumhur Ulama sepakat pernikahan tidak sah kecuali dengan hadirnya saksi-saksi. Kecuali ulama Malikiyyah, mereka tidak mensyaratkan adanya saksi, namun pernikahan wajib diumumkan kepada halayak umum. Bagi ulama yang mewajibkan adanya saksi mensyaratkan sebagai berikut;
1. Aqil Baligh
2. Merdeka
3. Islam
4. Dapat mendengar dan melihat
Dari empat syarat daripada saksi di atas, hanya satu yang akan kita bahas bersama yaitu syarat mendengar dan melihat. Mendengar dan melihat adalah dua komponen yang harus bersama-sama. Tidak cukup hanya mendengar suara pihak-pihak tanpa adanya wujud secara fisik, begitu juga hanya melihat wujud fisik para pihak, na,un tidka mendengar suara ijab qabulnya.
Dari syarat tersebut, Syafi'iyyah sepakat menolak bahwa akad nikah yang dilakukan melalui pesawat telepon tidak sah, karena para saksi tidak melihat fisik para pihak. Hal ini karena tujuan saksi adalah mengantisipasi terjadinya persengketaan akad, dan mereka (saksi) tidak dapat diterima jika hanya mendengar suara tanpa rupa. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Muhammad Abu Bakar Syatha, bahwa saksi harus melihat dan mendengar ijab qabul secara langsung keluar dari mulut para pihak. Alasan dari pendapat ini adalah, bahwa seorang saksi harus dapat meyakini hal yang disaksikan dan tidak boleh hanya prasangka, sebab mendengar suara tanpa melihat rupa tidak dapat menimbulkan suatu keyakinan dalam hati saksi.
Namun ada yang menarik dari pendapat Ibnu Hajar Al-Astqolani, jika saksi meyakini bahwa yang ia dengar adalah betul suara para pihak dengan adanya indikasi-indikasi, maka hukumnya diperbolehkan. Indikasi tersebut seperti contoh, ia meyakini bahwa di dalam kamar hanya ada satu orang bernama Zaed dikarenakan ia sendiri telah memeriksa ke dalam kamar. Kemudian ia mendengar suara dari dalam kamar tersebut dan meyakini suara itu adalah suara Zaed. Jika demikian maka kesaksian saksi dengan hanya mendengar suara di dalam kamar diperbolehkan, sebab dalam benaknya ada keyakinan.
Dari pendapat Ibnu Hajar tersebut dapat kita tarik benang merah bahwa, jika yang hadir dalam majlis tersebut (termasuk saksi) meyakini karena adanya indikasi-indikasi kuat bahwa yang sedang berbicara atau yang sedang dilihat dalam telekomference memang pihak yang bersangkutan, maka akad pernikahan hukumnya diperbolehkan dan sah.

KESIMPULAN
Dari paparan beberapa pendapat ulama di atas dapat kita fahami bahwa akad dalam pernikahan adalah suatu hal yang sangat sakral dan merupakan peristiwa penting yang harus diabadikan. Sehingga Jumhur Ulama berpendapat pelaksanaan akad nikah terutama yang berhubungan dengan ijab qabul harus dilakukan dalam satu tempat (satu majlis). Pengertian satu majlis terjadi perbedaan pendapat;
a. Menurut Jumhur Ulama satu majlis difahamkan dengan berkumpulnya para pihak dalam satu tempat secara fisik.
b. Menurut Hanafiyyah dan sebagian kecil Syafi'iyyah memahamkan satu majlis adalah ijab qabulnya secara kontekstual bukan fisik nyata para pihak. Selian itu antara ijab qabul harus konytiyu dan tidak ada penghalang. Hal ini tanpa memandang secara fisik para pihak hadir dalam majlis atau tidak, sebab menurut pendapat ini akad nikah (ijab atau qabul) melalui surat diperbolehkan.

Selain ijab qabul, kesaksian dari dua orang saksi juga merupakan syarat dari pernikahan, kecuali pendapat Imam Malik. Adanya saksi harus benar-benar melihat dan mendengar langsung para pihak melakukan ijab kabul. Pernikahan tidak sah apa bila saksi hanya mendengar suara tanpa rupa dari para pihak, sebab kesaksian saksi yang demikian tidak dapat menimbulkan keyakinan dalam dirinya. Namun menurut Hanafiyyah dan Ibnu Hajar dari Ulama Syafi'iyyah berpendapat, jika para saksi meyakini bahwa suara (audio) atau gambar (visual) yang ia dengar dan lihat memang benar-benar dari para pihak, maka kesaksiannya dapat dibenarkan dan pernikahannya sah. Kemudain apa bila ditarik kepada pokok masalah hukum melakukan pernikahan via telekomference, maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut;
a. Pernikahan melalui telekomference dalam kontek negara Indonesia tidak sah karena merujuk beberapa alasan;
1. Para pihak tidak hadir secara fisik dalam satu majlis sebagaimana yang dipendapatkan oleh Jumhur Ulama.
2. Alat komunikasi seperti Telepon, HP, Email, dan Telekonference belum dapat dinyatakan sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-undang di Indonesia untuk memutuskan persengketaan hukum. Sebab keberadaan saksi mengandung hikmah tasyrik yaitu menguatkan dan menetapkan suatu peristiwa yang terjadi apa bila nantinya terjadi persengketaan. Alat elektronik dalam kontek hukum di Indonesia belum bisa dijadikan sebagai alat bukti yang sah dan autentik. Sedangkan apa bila merujuk pada pendapat Malikiyyah yang tidak mensyaratkan adanya saksi, juga tidak dapat ditarik kesimpulan akad melalui media elektronik dapat dibenarkan, sebab Malikiyyah meskipun tidak mensyaratkan adanya saksi, mereka mensyaratkan adanya akad pernikahan dilakukan dalam satu majlis secara fisik.
b. Jika salah satu calon mempelai berjauhan dan sulit untuk hadir, maka ada dua alternatif;
1. Membuat Surat. Ijab atau Qabul dapat dilakukan melalui sepucuk surat bermaterai dan membacanya di depan para saksi. Hal ini berpedoman kepada dua dasar; pertama, pendapat ulama Hanafiyyah dan sebagian ulama Syafi'iyyah yang memperbolehkan ijab atau qabul memamakai surat. Kedua, dalam kontek hukum negara Indonesia, surat yang bermaterai dapat dijadikan alat bukti yang autentik.

2. Mengangkat Wakil. Calon mempelai yang ada di kajauhan dapat mengangkat seorang wakil untuk melangsungkan ijab atau qabul, tentunya perwakilan tersebut harus disertai surat mandat bermaterai. Hal ini berdasarkan dua alasan; pertama, para ulama sepakat bahwa akad pernikahan (ijab qabul) dapat diwakilkan kepada orang lain, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Kedua, menurut Undang-undang Indonesia, perwakilan dengan disertai surat mandat resmi (bermaterai) dapat dibenarkan dan mempunyai kekuatan hukum.