Minggu, 27 Februari 2011

SAFII GOZALI: DISKURSUS PLURALISME AGAMA DI INDONESIA

B. Diskursus Pluralisme Agama di Indonesia
Agama merupakan salah satu diskursus yang sangat sensitif. Klaim-klaim kebenaran (claim of truth)–bahwa agamanyalah yang mutlak benar–dan klaim penyelamatan (claim of salvation)–bahwa jalan ke surga hanya ada pada agamanya saja, sementara pada agama lain adalah jembatan-jembatan menuju neraka.
Dalam fatwa MUI Juli 2005 ditegaskan bahwa pluralisme itu haram jika pluralisme dimaknai; pertama,menyatakan semua agama benar. Pengertian semacam ini, bagi MUI, tidak benar menurut semua ajaran agama. Menurut ajaran Islam sendiri, yang benar adalah Islam yang salah. Oleh karena itu pemahaman pluralisme yang menganggap semua agama benar adalah pemahaman yang menyimpang dari ajaran Islam; dan kedua, teologi pluralisme, yaitu teologi yang mencampuradukkan berbagai ajaran agama menjadi satu, dan menjadi sebuah agama baru. Teologi semacam ini termasuk sinkretisme.
Dewasa ini umat beragama dihadapkan pada beragam isu penting. Salah satu diantaranya adalah pluralisme agama (religious pluralism). Apalagi setiap penganut agama hidup dalam era globalisasi, sebuah era yang menjadikan dunia ini sebuah desa global (global village). Kini, seharusnya, kehadiran agama-agama bukan dijadikan sebagai sumber masalah (problem maker), akan tetapi sebagai pemberi solusi (problem solver) atas masalah-masalah sosial yang muncul.
Oleh karena itu, dalam diskursus pluralisme agama, perdebatan antara yang pro (inklusif) dan yang kontra (eksklusif) dirasa kurang detail, dalam rangka untuk memetakan pemikiran tentang pluralisme agama menurut para pemikir Muslim, terutama yang berkembang di Indonesia, maka penulis menggunakan tipologi aliran yang berkembang dalam pemikiran dunia Islam menurut Fazlur Rahman.
Akan tetapi, pemikiran tentang pro dan kontra terhadap pluralisme agama disini hanya akan dibatasi menurut wacana-wacana yang berkembang secara signifikan dalam perdebatannya di Indonesia. Dalam pembahasan di bawah ini memang tidak semua pemikir diulas secara mendalam terkait pemikiran dan wacananya terhadap pluralisme agama. Seperti halnya dengan beberapa tokoh neo-modernisme juga tidak diulas secara menyeluruh dalam bahasan ini. Ambil saja tokoh seperti neo-Modernis seperti Mukti Ali, M. Dawam Rahardjo, M. Amin Abdullah dan lain-lain sengaja tidak dibahas secara mendalam dalam bab ini karena mereka telah dibahas dalam bab terdahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar