Minggu, 13 Maret 2011

ISLAM DAN KEBUDAYAAN MELAYU

ISLAM DAN KEBUDAYAAN MELAYU

A. KEBUDAYAAN MELAYU ( RIAU )
Masyarakat Riau adalah mayoritas masyarakat melayu yang menempati Riau Kepulauan dan Riau Daratan, sekaligus memiliki nilai budaya melayu. Dalam sejarah terungkap bahwa pada zaman lampau orang melayu adalah bangsa “penakluk” dan berhasil “memerintah” suku-suku lainnya di Nusantara. Orang melayu dulunya adalah pedagang perantara yang lihai sekaligus membawa Islam dan budaya melayu ke segenap pelosok Nusantara dan Asia Tenggara.
Oleh sebab itu, ciri-ciri orang melayu beragama Islam, berbahasa melayu, dan beradat istiadat Melayu. Namin sejak kedatangan Imperialisme Barat membuat kehidupan orang Melayu mulai berubah. Ucapan-ucapan para penjajah yang sangat menyakitkan hati diantaranyan bahwa orang melayu itu pemalas, etos kerja rendah, cepat merasa puas, suka hidup santai, berprasangka dengki dan iri atas kelebihan kawan, dan sebagainya.
Bagaimana sebenarnya jadi diri orang melayu Riau? seorang Belanda bernama Vallentijn menyebutkan bahwa orang Melayu sangat cerdik, pintar, dan manusia yang paling sopan diseluruh Asia. Dalam hal etika orang melayu sangat baik, sopan santun, lebih pembersih dalam cara hidupnya, dan lebih rupawan sehingga tidak ada manusia yang biasa dibandingkan dengan mereka. Orang Melayu mempunyai kebiasaan mempelajari bahasa, dan memperluas pengetahuannya dengan mempelajari bahasa Arab.
Bagaimana orang Malayu pada masa sekarang? Melihat kenyataan sekarang tidak tampak lagi sifat enenrgik dan keinginan untuk maju itu. Di Pesisir Timur Sumatera, tempat mereka bermukim, kini mengalami keadaan makin terbelakang dan sangat sedikit kemajuan ekonomi. Mereka tidak mau bekerja sebagai kuli. Padahal jati diri orang Melayu adalah jujur dalam berdagang, berani mengarungi lautan, jarang terlibat soal kriminal, dan sangat suka terhadap tegaknya hukum. Bakat yang umumnya merekat pada mereka adalah bidang kesenian, nelayan, dan pelayaran.
1. Pengaruh Islam Terhadap Budaya Melayu.
Berdasarkan catatan sejarah, agama Islam pertama kali masuk ke Nusantara, khususnya pantai Timur Sumatera, dan sepanjang Selat Malaka, sejak abad ke-7 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Tanah Arab. Pada perjalananya menuju Selat Malaka, para pedagang itu singgah di Malabar, Cambay, dan Gujarat (India). Sejak itu Islam berpengaruh terhadap agama dan budaya yang menentukan pertumbuhan dan perkembangannnya. Kawasan Nusantara sendiri didiami oleh penduduk yang berbudaya Melayu, maka dengan sendirinya telah terjadi pengaruh agama Islam terhadap masyarakat pantai Timur dan Selat Malaka.
Dalam mempelajari pengaruh itu tentu perlu ditinjau dari segi unsur-unsur budaya universal sebagaimana yang diutarakan oleh para ahli antropologi seperti C. Kluckhon (1944), B. Malinowski dan G. Murdock (1940), yaitu bahasa, ekonomi, teknologi, organisasi sosial, sistem pengetahuan religi dan kesenian. Untuk menkaji keseluruhan tentu tidak cukup waktu, karena itu akan dikaji pada unsur bahasa, sastra, adat istiadat, dan kesenian.
Hasil kajian dari pengaruh itu akan memperlihahtkan ciri-ciri dan budaya Melayu yang bernafaskan agama dan budaya Islam. Para ahli berpendapat sejak penduduk dan rajanya beragama Islam, Melayu sudah identik dengan Islam, kerajaan yang besar pengaruh Islamnya, terutama di Wilayah yang pengaruh Hindu atau Budha kurang dominant, adalah Aceh, Banten, dan pantai Kalimantan. Sebaliknya di daerah-daerah di mana pengaruh kebudayaan Hindu itu sangat kuat seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur berkembang kebudayaan tersendiri (Koentjaraningrat, 1975).
Ali Hasyimi (1975) dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam menegaskan lahirnya Islam membawa perubahan cepat (revolusi) dalam alam pikiran Arab pada khususnya dan alam pikiran dunia umumnya. Timbulnya revolusi dalam “dunia pikiran”, baik itu agama, politik, ekonomi, dan sosial budaya, bahkan dalam bidang bahasa dan ilmu pengetahuan.
Kitab suci Al-Qur’an yang menjadi pedoman Revolusi Islam adalah faktor utama yang telah memekarkan kebudayaan dunia. Seorang pengarang dan pujangga Arab terkenal, Jarji Zaidan, menyebutkan bahwa Islam datang dengan Al-Qur’an dan Hadits yang langsung mempengaruhi hati orang-orang Arab jahiliyah, sehingga merubah alam pikiran mereka. Termasuk juga berpengaruh pada adat istiadat, akhlak, dan segala segi kehidupan, bahkan berbekas dalam kehidupan ilmu dan pendapatan. Intinya, lanjut, Zaidan, kedatangan Islam adalah satu revolusi besar dalam bidang agama, politik, ekonomi dan sosial-budaya.
Adalah menjadi satu keharusan mutlak bahwa tiap-tiap revolusi pasti akan meninggalkan jejak dalam kehidupan dan dan penghidupan umat yang dilanda revolusi. Karena itu, terjadilah perubahan dalam seni budaya dan ilmu pengetahuan. Adapun perubahan dan perbaikan yang diadakan Islam dalam kehidupan seni budaya Arab jahiliyah terdapat dalam tiga wajah, yaitu menghapus sama sekali, memperbaiki dan menyempurnakan sebagian lainnya, serta menciptakan kebudayaan baru yang belum pernah ada.
Adapun kebudayaan jahiliyah yang dikikis Islam antara lain khanah (tenung) dengan segala macamnya, patung berhala yang disembah, bermacam-macam upacara ibadat yang salah, dan aneka rupa akidah yang sesat. Adapun kebudayaan baru yang diciptakan Islam banyak sekali, diantaranya rancang bangun seperti mesjid, sistem musyawarah dalam pemerintahan, ilmu syari’at, ilmu berdebat, ilmu kedokteran, thib, ilmu pasti alam, ilmu mistik dan lain-lain (Zaidun 1975).
Menghadapi kebudayaan, baik jahiliyah Arab maupun jahiliyah ajam (bukan Arab), sikap Islam tetap membangun, yaitu menghapus jenis-jenis kebudayaan yang bertentangan dengan dasar ajaran Islam (akidah dan ibadah), memperbaiki dan menyempurnakan jenis-jenis kebudayaan yang masih dapat diperbaiki, di samping membangun kebudayaan yang baru sama sekali. Dengan demikian Islam bertindak maju untuk membangun satu Kebudayaan Dunia Baru. Al-Qur’an dan Hadits adalah pedoman dasar bagi pembangunan Kebudayaan Baru Dunia itu. Bagi Islam kebudayaan dalam jenis apapun adalah penjelmaan (manifestasi) iman dan amal shaleh manuasia dalam pengabdian kepada allah Swt sesuai dengan firman-Nya, “Tidak kuciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56).
2. Bahasa dan Sastra
Budaya Melayu melalui bahasanya yang agung seperti dimaklumi telah menjadi lingua franca di Nusantara sekurang-kurangnya sejak enam abad yang lalu. Budaya Melayu menjadi bahasa penghubung antara berbagai suku bangsa di Nusantara dan dari pulau-pulau di Pasifik dan Madagaskar.
Pengaruh Islam pada Budaya Melayu seperti dipergunaknnya aksara Arab-Melayu, Arab Gundul, Huruf Jawi, pada karya tulis Melayu. Karya tulis berupa naskah Melayu yang ribuan banyaknya (6000-10.000) sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Naskah Melayu itu menyangkut kerajaan-kerajaan seperti kerajaan Samudera Pasai, Malaka, Banten, Demak, Mataram, Riau-Johor-Pahang dan Lingga. Di antara beberapa naskah Melayu itu ada Hikayat Pasai, Hikayat Petani, Hikayat Johor, Hikayat Siak, dan sebagainya.
Karya tulis itu merupakan karya para ulama dan sastrawan Islam, baik sebagai karya ilmiah maupun karya sastra. Tujuan penulisan karya sastra ini sebagai dakwah Islamiyah di kepulauan Nusantara. Perkembangan Islam di Jawa telah dipelopori oleh Wali Songo sehingga Islam menjadi Agama pada kerajaan-kerajaan di Banten, Demak dan Mataram.
Sunan kalijaga mengembangkan Islam dengan wayang sebagai media utamanya melalui pertunjukan wayang dengan memasukkan cerita-cerita ajaran Islam dalam wayang, maka penduduk kerajaan-kerajaan mempelajari Islam.
Pengaruh perkembangan agama Islam kepada kehidupan sehari-hari semakin mendalam. Sehingga dalam kehidupan masyarakat semakin menonjol nilai-nilai keislaman. Namun ciri-ciri yang telah berurat berakar pada orang Jawa tetap kentara pada setiap perilaku masyarakat. Ditemukan besarnya peranan agama Islam dalam pembinaan dan peningkatan martabat sastra Melayu.
Pada abad ke-19 M terkenal Raja Ali Haji dari Riau dengan berbagai karya seperti Gurindam. Raja Ali Haji dengan karyanya yang lain Thammarat al-Muhammah, Tuhfat An Nafis, Silsilah Melayu dan Bugis, Kitab Pengetahuan Bahasa dan sebagainya telah menunjukkan motivasi manusia dan hubungan dengan Tuhan. Sebagai seorang muslim yang baik, Raja Ali Haji percaya bahwa zaman keemasan perubahan manusia telah ada semenjak zaman Nabi dan guru-guru yang masyhur, tetapi kemudian nilai kehidupan menjadi menurun. Manusia tidak sanggup menghentikan kerusakan yang tidak terelakkan ini, tetapi dapat memperlambat prosesnya dengan berpegang teguh pada ajaran leluhur, mempertahankan tradisi masa lalu, dan menjauhi inovasi.
3. Adat Istiadat
Adapun adat Melayu di Riau dapat dibagi tiga tingkatan, yaitu “ Adat sebenar adat, “Adat yang diadatkan”, dan “ Adat yang teradat”
a. Adat sebenar adat adalah prinsip adat Melayu yang tidak dapat diubah-ubah. Prinsip tersebut tersimpul dalam “ Adat bersandikan syarak”. Ketentuan-ketentuan adat yang bertentangan dengan hukum syarak tak boleh dipakai. Hukum syaraklah yang dominan. Dasar adat Melayu menghendaki sandaran-sandarannya kepada Sunnah Nabi dan Al-Qur’an. Prinsip itulah yang tidak dapat diubah alih, tidak dapat dibuang, apalagi dihilangkan.
b. Adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan terus berlaku jika tidak diubah oleh penguasa berikutnya. Adat ini bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan situasi mendesak.
c. Adat yang teradat adalah merupakan konsensus bersama yang diraskan cukup baik sebagai pedoman menentukan sikap dan tidakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Konsensus itu dijadikan pegangan bersama, sehingga merupakan kebiasaan turun temurun. Oleh sebab itu adat dengan yang teradat inipun dapat berubah-ubah sesuai dengan nilai-nilai baru yang berkembang kemudian. Tingkat adat nilai-nilai baru yang berkembang kemudian disebut sebagai “tradisi”.
4. Kesenian
Salah satu jenis kesenian dalam budaya Melayu adalah teater. Teater melayu seperti Mak Yong dean Mendu terungkap kepercayaan yang dalam dari orang Melayu kepada yang Maha Pencipta. Mak Yong adalah bentuk kesenian yang dikaitkan dengan pemujaan Ma’hyang atau The Mother spirit, yaitu pemujaan dengan Dewi Sri atau Dewi Padi (Julianti L. Parani, 1986). Seni lakon Mendu memiliki persamaan dengan lakon Ramayana. Seni lakon ini memainkan satu cerita, yakni Hikayat Dewa Mendu. Sikap hidup yang mengakui adanya Tuhan yang Maha Kuasa seperti diungkapkan :
Tegak alif
Lurus tabung
Sejauh-jauh perjalanan
Pulang pada yang satu jua
Kaya benda tinggal di dunia
Kaya iman di bawa mati (Depdikbud, 1985)
Isi cerita biasanya berkisar melakonkan kisah-kisah raja-raja, jin, dan marabang, peri desemaraki dengan lawak jenaka (BM. Syam, dkk, 1895). Salah satu pengaruh Islam yang sangat besar yang meresap dalam kesenian seakan-akan menghapus budaya Hindu dan Budha sebelumnya, yakni kesenian Zapin (Gambus)., Khasidah, Rodat (Barodah) dan Zikir Barat adalah pengaruh dari kebudayaan Islam tersebut (Tengku Lukman Sinar, SH, 1990).
Pada kesenian Melayu Riau tercermin pula pada arsitektur seperti pada arsitektur pemakaman, mesjid dan bangunan lainnya. Unsur-unsur kubah pada mesjid dan pemakaman seperti terdapat di pemakaman dan mesjid Penyengat mempunyai 17 menara sebagai lambang dari 17 rakaat sembahyang sehari- semalam. Unsur kesenian bela diri seperti silat megandung ajaran agam Islam. Mereka yang megikuti silat harus mampu menerapkan kalimah-kalimah Tuhan pada setiap gerak langkahnya.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung ; CV. Diponegoro, 2007
MS, Suwardi, Dari Melayu Ke Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet. I 2008
Pongsibanne, Lebba, Islam dan Budaya Lokal, Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2008
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, Ed. Revisi 10, 2006
Yusuf, Muhdzirin, Sodik, M., Mu'tashim, Radjasa, Islam dan Budaya Lokal, Yogyakarta, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar